SUKABUMIVIRAL. COM - Untuk membangun sebuah pabrik seyogyanya izin persetujuan lingkungan itu yang terlebih dahulu harus ditempuh, akan tetapi pengakuan seorang Ketua RW 01, Edi Mulyadi, yang menyebutkan tidak pernah diajak musyawarah atau menandatangani persetujuan warga / lingkungan terhadap pembangunan gedung 3 lantai milik PT. Kino yang berada di wilayahnya, menimbulkan syak wasangka, diduga terdapat potensi konflik kepentingan serta manipulasi dokumen teknis di balik pembangunan tersebut.
"Waktu itu ada pembicaraan soal vendor (pembangunan gedung produksi makanan/ roti —red) di Kino, bukan izin lingkungan atau persetujuan warga. Tidak ada izin dari Rw01, padahal itukan pembangunan di wilayah Rw01. Kalau memang sudah muncul (PBG) coba disitu lihat ada gak tandatangan Rt04 dan Rw01, karena saya merasa belum pernah tandatangan," ungkap Edi, Selasa (29/7/2025) kemarin.
Informasi Ketua RW 01 ini bertolak belakang dengan pengakuan Kadis PMPTSP Kabupaten Sukabumi, Ali Iskandar, yang menuturkan proses sosialisasi ke warga sudah selesai dilakukan.
"Kami menerbitkan izin (PBG) didahului kesesuaian ruang, kemudian rekomendasi kades dan camat, artinya dokumen pendukung sudah ada di kita. Kalau soal sosialisasi ke warga, kata pa kades mah sudah," tuturnya usai kunjungan ke pabrik PT. Kino.
Sayang, hingga kini Kadis Ali masih menutup rapat informasi terkait tindakan pihaknya terhadap proses pembangunan gedung milik PT. Kino, setelah diketahui belum adanya dokumen sosialisasi / persetujuan dari Ketua Rw01, termasuk sah tidaknya dokumen PBG nomor : SK/PBG/320213/14022025/003.
Pentingkah Persetujuan Warga Dalam Pembangunan
Dilansir dari berbagai sumber, aturan terkait persetujuan warga atau tetangga dalam membangun gedung diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, terutama sejak Izin Mendirikan Bangunan (IMB) digantikan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan Staatsblad 1926 No. 226, pembangunan yang berpotensi menimbulkan gangguan (misalnya kebisingan, debu, atau kerusakan lingkungan) harus mendapatkan izin gangguan dari pemerintah daerah. Dalam proses ini, masyarakat atau tetangga berhak untuk mengetahui, menilai, atau menyatakan keberatan atas penerbitan izin tersebut. Persetujuan atau pemberitahuan kepada tetangga sering kali diminta oleh RT/RW untuk memastikan tidak ada keberatan dari lingkungan sekitar sebelum izin gangguan diterbitkan.
Pembangunan tanpa PBG atau melanggar standar teknis (termasuk mengabaikan dampak pada lingkungan sekitar) dapat dikenakan sanksi administratif, seperti denda, pembongkaran bangunan, atau bahkan sanksi pidana.
Di DPMPTSP Kabupaten Sukabumi sendiri, pengajuan PBG dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) atau secara langsung ke DPMPTSP Kabupaten Sukabumi. Dokumen yang biasanya diperlukan meliputi: Bukti kepemilikan lahan (sertifikat tanah); Rencana teknis bangunan; Dokumen lingkungan (jika diperlukan, seperti SPPL); Dalam beberapa kasus, surat pemberitahuan atau persetujuan dari tetangga/RT/RW, terutama untuk bangunan yang berpotensi menimbulkan dampak. Jika pembangunan mempengaruhi lingkungan, DPMPTSP dapat melakukan kunjungan lapangan untuk memastikan tidak ada keberatan masyarakat.
Masyarakat sekitar berhak menyampaikan keberatan jika pembangunan menimbulkan gangguan (misalnya, kebisingan, kerusakan lingkungan, atau pelanggaran tata ruang), pengaduan dapat diajukan langsung ke DPMPTSP. Jika pembangunan terbukti melanggar, DPMPTSP dapat menghentikan sementara atau mencabut izin. (Red/Us)
<< Post Views: 1.927
Social Header