SUKABUMIVIRAL.COM - Di tengah himpitan ekonomi, krisis kepercayaan publik, dan melemahnya supremasi hukum, korupsi di Indonesia seolah telah menjelma menjadi "gaya hidup elite" yang tak lagi memalukan. Ironisnya, banyak pelaku korupsi justru tampil di publik dengan senyum bahagia, penuh percaya diri, tanpa rasa bersalahl. Bahkan seakan-akan memiliki titel kehormatan baru: "Koruptor Kelas Atas".
Fenomena ini menunjukkan adanya degradasi moral dan runtuhnya etika pemerintahan. Bukannya malu atau menyesal, para pelaku tindak pidana korupsi di negeri ini justru mendapatkan perlakuan istimewa, dari ruang tahanan mewah hingga keringanan hukuman yang tak masuk akal. Masyarakat pun bertanya-tanya: apakah menjadi koruptor di Indonesia kini sebuah prestasi sosial baru?
“Mereka yang mencuri uang rakyat masih bisa tersenyum di depan kamera, mengenakan batik mahal, didampingi pengacara kondang, dan pulang ke rumah setelah vonis yang tak sebanding. Ini bukan penegakan hukum, tapi pertunjukan sandiwara,” ungkap Yudi Sumarlan Akbar Ketua Aliansi Jurnalis Cicurug ( AJC)
Laporan terbaru Transparency International menunjukkan Indonesia mengalami stagnasi dalam Indeks Persepsi Korupsi. Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru kehilangan taring setelah berbagai revisi undang-undang yang melemahkan independensinya.
Di sisi lain, praktik suap, gratifikasi, dan penyalahgunaan anggaran merajalela mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Belanja mewah tak wajar dalam APBD, pengadaan fiktif, hingga manipulasi ada tengah pandemi menjadi contoh konkret. Namun pelakunya masih bisa tertawa di media sosial dan menikmati kehidupan nyaman, bahkan mencalonkan diri kembali dalam pemilu berikutnya.
“Korupsi sudah menjadi budaya di banyak lini pemerintahan. Mirisnya, publik seakan dipaksa menerima ini sebagai bagian dari kehidupan bernegara,” tambah Firdaus.
Lebih ironis lagi, sebagian masyarakat justru memberi tempat bagi para koruptor yang telah divonis. Mereka tetap dihormati, diundang dalam acara penting, bahkan dijadikan panutan oleh generasi muda yang menyaksikan betapa mudahnya kekuasaan dibeli dan kejahatan dilupakan.
Koruptor Bukan Pahlawan
Sudah waktunya masyarakat sadar bahwa menjadi koruptor bukanlah kebanggaan, melainkan aib yang harus dilawan bersama. Media, lembaga pendidikan, dan tokoh masyarakat harus bersatu mengubah narasi. Mereka yang mencuri uang rakyat seharusnya dikucilkan, bukan dipuja. Diberi hukuman setimpal, bukan difasilitasi.
Kita butuh revolusi mental dan keberanian politik untuk memutus rantai ini. Bila tidak, bukan tidak mungkin kelak, anak-anak akan tumbuh dengan cita-cita baru: menjadi koruptor yang kaya dan tetap dihormati, kini sudah Saatnya "Revolusi Mental dan Akhlak".
(Fadil/Us)
<< Post Views: 3.635
Social Header