Breaking News

MBG Rp335 Triliun di APBN 2026: Eksistensi Negara dan Polemik 5.626 Kasus Keracunan

SUKABUMIVIRAL.COM  - Pemerintah menempatkan program  Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai salah satu prioritas utama dalam APBN 2026, dengan alokasi anggaran fantastis sebesar Rp335 triliun. Program MBG dirancang sebagai strategi besar pemerintah dalam meningkatkan Kualitas Gizi Generasi Muda dan memperkuat Ketahanan Pangan Nasional, 

Namun, serangkaian insiden 5.626 kasus keracunan massal yang terjadi di sepanjang 2025 di sejumlah daerah, telah menimbulkan ketidakpastian bahwa kebijakan berskala raksasa ini berpotensi kontraproduktif. Polemik ini menimbulkan perdebatan serius mengenai efektivitas implementasi, legitimasi kebijakan, serta implikasi jangka panjang.

Tokoh nasional, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, M.A., menegaskan bahwa anggaran triliunan rupiah bukan sekadar persoalan angka, melainkan ukuran hadirnya negara di tengah rakyat.

Besarnya alokasi Rp335 triliun tidak hanya soal nominal, tetapi bagaimana eksistensi negara benar-benar terwujud melalui implementasi kebijakan yang akuntabel dan berorientasi pada keselamatan publik,”  ujar Wilson, Alumni PPRA-48 LEMHANNAS RI, kepada sukabumiviral.com (25/9/2025).

Wilson menilai, rangkaian insiden keracunan mencerminkan adanya absurditas manajerial, di mana kebijakan dengan tujuan mulia justru berbalik menghadirkan risiko kesehatan baru.

Implikasi Fiskal dan Risiko Struktural

Anggaran Rp335 triliun setara hampir  12% belanja pemerintah pusat di sektor sosial . Para ekonom mengingatkan, porsi besar ini berpotensi menekan ruang fiskal bagi program strategis lain, seperti infrastruktur, energi berkelanjutan, hingga pendidikan. Jika efektivitas MBG tidak terjamin, negara berisiko menghadapi pemborosan struktural dalam APBN.

Meski begitu, pemerintah menegaskan bahwa kasus keracunan merupakan “anomali distribusi” , bukan bukti kegagalan menyeluruh. Kementerian terkait menyebut telah menyiapkan langkah korektif berupa pengetatan standar keamanan pangan, digitalisasi rantai distribusi, serta penguatan koordinasi lintas kementerian dan daerah.

Eksistensi Negara di Ujung Implementasi

Di sisi lain, Wilson menekankan bahwa legitimasi kebijakan MBG akan ditentukan oleh implementasi nyata, bukan sekadar retorika politik.

"Legitimasi kebijakan MBG akan bergantung pada efektivitas implementasi di lapangan. Tanpa perbaikan sistemik, program ini berpotensi menjadi preseden kebijakan sosial dengan implikasi absurd, menciptakan masalah baru di balik tujuan mulia,”  ungkap Wilson.

Kini, di tengah euforia politik atas program unggulan tersebut, publik menunggu apakah negara mampu menjawab tantangan terbesar: mengubah polemik 5.626 kasus keracunan menjadi momentum reformasi sistem pangan nasional.

Dengan demikian, Rp335 triliun bukan hanya sekadar angka dalam APBN 2026, melainkan sebuah ujian nyata tentang bagaimana negara memaknai eksistensi dan tanggung jawabnya terhadap rakyat. (Fadil/ Us)

<< Post Views: 4.625
© Copyright 2024 - SUKABUMI VIRAL | MENGHUBUNGKAN ANDA DENGAN INFORMASI MELALUI SUDUT BERITA