![]() |
| Gambar: (Fadil) |
Fenomena ini menjadi cermin buram bagaimana tata kelola perusahaan milik daerah gagal menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas yang semestinya menjadi roh reformasi birokrasi.
Isu dugaan penyalahgunaan kewenangan, pengangkatan jabatan, permainan proyek, hingga nepotisme jabatan di lingkungan PDAM kian menguat. Sejumlah sumber internal menyebutkan adanya praktik pengelolaan anggaran yang tidak transparan, mulai dari pembelian bahan kimia air, pengadaan alat, hingga penunjukan rekanan tanpa mekanisme lelang terbuka. Indikasi lain muncul dari lonjakan biaya operasional yang tak sebanding dengan peningkatan layanan air bersih bagi masyarakat.
Pemerhati Kebijakan Publik Provinsi Jawa Barat, Ahmad Zulkarnan,. M.AP,. Mengatakan bahwa BUMD semestinya menjadi wajah profesionalisme daerah, bukan alat kompromi kepentingan politik.
“Kalau BUMD seperti PDAM terus dikelola dengan pola lama yang masih tertutup, berjejaring kepentingan, dan jauh dari prinsip good governance, maka publik kehilangan kepercayaan. Dan ketika kepercayaan itu runtuh, legitimasi kelembagaan ikut roboh,” ungkapnya
Lebih jauh, praktik yang diduga sarat KKN ini bukan sekadar mencoreng citra korporasi daerah, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap tata kelola keuangan daerah. PDAM yang seharusnya menjadi _profit center_ bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), justru berpotensi menjadi beban keuangan akibat kebocoran anggaran dan manajemen yang tidak efisien.
Ironisnya, meski laporan dan temuan audit internal telah berulang kali disampaikan, tindak lanjut konkret nyaris tak terdengar. Ada kesan kuat bahwa “perlindungan sistemik” sedang bekerja, di mana kepentingan politik lokal dan jejaring kekuasaan membuat upaya penegakan hukum berjalan di tempat.
“Jika aparat penegak hukum, termasuk inspektorat dan kejaksaan, tidak tegas membongkar struktur KKN di PDAM, maka kita sedang menyaksikan kemunduran tata kelola pemerintahan daerah secara nyata,”_ tambah Ahmad.
Kondisi ini menimbulkan keresahan publik. Banyak pihak menilai, apa yang terjadi di PDAM Sukabumi adalah cerminan dari penyakit kronis yang menjangkiti banyak BUMD di Indonesia: minimnya kontrol, lemahnya pengawasan, dan kuatnya intervensi politik dalam tubuh korporasi daerah.
KPK sendiri telah menegaskan bahwa sektor BUMD merupakan salah satu area rawan korupsi. Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga antirasuah itu mulai menyoroti penyalahgunaan dana penyertaan modal daerah, pengadaan fiktif, serta nepotisme dalam penempatan pejabat struktural.
“BUMD seperti PDAM tidak bisa lagi berlindung di balik jargon pelayanan publik. Transparansi dan audit terbuka wajib dilakukan. Tanpa itu, mereka hanya menjadi sapi perah politik,”_ tegas analis hukum tata negara dari Jakarta Institute for Governance Studies (JIGS), Dr. Hanif Kurnia.
Kini, publik menunggu langkah nyata aparat hukum dan pemerintah daerah. _Apakah keberanian politik akan muncul untuk menertibkan PDAM Sukabumi dan mengembalikan marwah BUMD sebagai instrumen kemakmuran rakyat, ataukah semuanya akan berakhir di ruang sunyi kompromi kekuasaan?.
Satu hal pasti: legitimasi BUMD tidak dibangun dari logo dan laporan tahunan yang indah, melainkan dari kejujuran dan tanggung jawab moral pengelolanya. Dan ketika itu hilang, yang tersisa hanyalah reruntuhan kepercayaan. (Red/Fadil/US)
<<Post Views: 4.264


Social Header