Breaking News

Keterbukaan Informasi Publik Sebagai Hak Fundamental Dalam Negara Demokratis dan Standar HAM Internasional

Foto: Dibuat Oleh (Fadillah.A)
SUKABUMIVIRAL.COM - Hak Publik atas Keterbukaan Informasi merupakan prinsip fundamental dalam negara demokratis modern. Hak ini menjamin bahwa seluruh informasi yang bersifat publik harus dapat diakses secara luas oleh masyarakat, kecuali informasi yang ditetapkan sebagai pengecualian sesuai ketentuan hukum. Di Indonesia, prinsip tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang menjadi dasar yuridis hak warga negara dalam memperoleh informasi dari Badan Publik.

UU KIP menjelaskan secara rinci definisi publik, jenis informasi publik, lokasi informasi disimpan, lembaga yang berkewajiban menyediakannya, serta mekanisme bagi masyarakat untuk mengaksesnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 dan 12 UU KIP, publik meliputi perorangan warga negara Indonesia, kelompok warga negara, badan hukum Indonesia, dan Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.

Informasi publik sendiri, sebagaimana dijelaskan Pasal 1 angka 2, adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim atau diterima oleh Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara negara dan pelayanan publik.

Melalui ketentuan tersebut, Komisi Informasi diberi kewenangan secara hukum untuk mengatur, mengawasi, dan menyelesaikan sengketa informasi publik. Dengan demikian, setiap warga negara memiliki legitimasi hukum untuk meminta dan memperoleh informasi dari Badan Publik.

Presiden dan Mantan Presiden dalam Perspektif Keterbukaan Informasi

Presiden yang sedang menjabat melekat status sebagai penyelenggara negara dan pimpinan lembaga eksekutif, sehingga secara otomatis berkedudukan sebagai Badan Publik. Namun ketika seseorang tidak lagi menjabat, statusnya kembali menjadi warga negara biasa dan tidak lagi berada dalam kategori Badan Publik.

Kendati demikian, ketika mantan presiden masih menggunakan fasilitas negara seperti pengamanan Paspampres yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai PP Nomor 59 Tahun 2013, maka prinsip transparansi tetap melekat.

Dalam konteks isu dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo, publik memiliki hak hukum untuk memperoleh kebenaran informasi. Sebuah dokumen keabsahan ijazah, apabila dipersoalkan, berada dalam ranah hukum publik. Sebagai dokumen negara, keaslian ijazah wajib dapat diuji karena terkait integritas pejabat publik yang pernah menduduki jabatan tertinggi negara.

KPU pernah melakukan verifikasi keaslian ijazah tersebut pada saat pencalonan sebagai Presiden tahun 2014 dan 2019, serta ketika berkontestasi sebagai Kepala Daerah.

Oleh karena itu, KPU memiliki data verifikasi dan kewenangan untuk memberikan informasi kepada publik. Demikian pula Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai institusi penerbit ijazah memiliki kewenangan hukum untuk memastikan keaslian ijazah S1 yang bersangkutan. Baik KPU maupun UGM merupakan Badan Publik dan berhak menjadi pihak Termohon dalam sengketa informasi di Komisi Informasi.

Informasi sebagai Hak Asasi Manusia, Hak Konstitusional, dan Hak Hukum Warga Negara

Hak atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang telah diakui secara internasional. Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan:

“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; termasuk kebebasan mencari, menerima, dan menyampaikan informasi melalui media apa pun tanpa batasan wilayah”.

Norma internasional tersebut menegaskan bahwa hak atas informasi adalah hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak lahir dan tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, termasuk atas nama undang-undang atau konstitusi sekalipun.

Di Indonesia, hak tersebut dipertegas dalam Pasal 28F UUD NRI 1945:

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dan berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui segala jenis saluran".

Artinya, tidak boleh ada aturan hukum yang mengurangi atau menghapus hak atas informasi publik, kecuali untuk kepentingan perlindungan publik secara lebih luas dan tetap dapat diuji melalui mekanisme peradilan.

Pada saat yang sama, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan pengelolaan informasi publik sesuai prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan pelayanan optimal terhadap hak warga negara.

Transparansi sebagai Jalan Peradaban Demokratis

Keterbukaan informasi publik bukan hanya persoalan administratif, melainkan komitmen peradaban menuju pemerintahan yang bersih, demokratis, dan bertanggung jawab. Transparansi adalah instrumen utama kontrol sosial untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan membangun kepercayaan publik pada negara.

Dalam konteks global, tidak ada demokrasi yang kuat tanpa keterbukaan informasi.
(Fadil)

<<Post Views: 2.684
© Copyright 2024 - SUKABUMI VIRAL | MENGHUBUNGKAN ANDA DENGAN INFORMASI MELALUI SUDUT BERITA