Breaking News

Rantai Panjang Kelalaian dari Meja Kebijakan: Tragedi Ekologis yang Lahir dari Tangan-Tangan Manusia*

SUKABUMIVIRAL.COM - Bencana ekologis yang telah melanda sejumlah wilayah di Sumatera. Banjir bandang, longsor, dan kerusakan lingkungan silih berganti hadir dalam tajuk berita. Namun, ketika sorotan kamera meredup, luka itu tidak serta-merta sembuh. Ia menetap di puing dan lumpur, di gelondongan kayu yang berserakan, di hutan yang lenyap, dan terutama di hati mereka yang kehilangan tempat berpijak.

Di titik inilah bencana berhenti menjadi peristiwa alam semata. Ia berubah menjadi cermin: memantulkan hubungan manusia dengan lingkungan yang kian rapuh, penuh kompromi, dan sering kali abai.

Hutan yang Hilang, Kehidupan yang Terusir

Hutan-hutan di Sumatera selama puluhan tahun berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Ia menahan air, menjaga tanah, dan menjadi ruang hidup bagi manusia serta satwa. Namun ketika fungsi itu dirampas oleh pembukaan lahan yang agresif, penebangan tak terkendali, dan perencanaan tata ruang yang mengabaikan daya dukung, maka alam kehilangan kemampuannya untuk melindungi.

Akibatnya nyata. Ribuan warga terpaksa meninggalkan kampung halaman. Di jalur pengungsian, terlihat seorang ibu menggendong anak dengan langkah tertatih, orang tua memanggul cucu dengan tubuh yang hampir menyerah, dan anak-anak yang belajar mengenal bencana seolah mengerti bahwa dunia yang di pijaknya bukanlah tempat yang lagi ramah.

_"Apa yang mereka bawa? Harta? Janji? Tidak. Yang tergenggam hanyalah niat untuk bertahan dan secuil harapan hidup."_

Bencana Ekologis Bukan Takdir, Melainkan Akumulasi

Sering kali bencana disebut sebagai takdir. Namun di Sumatra, banyak tragedi ekologis justru lahir dari akumulasi keputusan manusia. Ketika hutan digunduli tanpa perhitungan, ketika izin lingkungan menjadi formalitas, dan ketika hukum berhenti pada teks tanpa keberanian penegakan, maka bencana hanya soal waktu.

Banjir bandang, longsor, dan kebakaran hutan bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Ia adalah hasil dari rantai panjang kelalaian: dari meja kebijakan hingga lapangan, dari pusat hingga daerah.

Di titik ini, pertanyaan penting bukan lagi apa yang terjadi, melainkan _mengapa ini terus berulang?_

Manusia Tidak Kalah, Selama Kesadaran Masih Hidup

Di balik penderitaan, satu hal tetap bertahan adalah daya hidup manusia. Masyarakat Sumatera tidak menyerah pada keadaan. Mereka membersihkan sisa lumpur, membangun kembali rumah seadanya, dan saling menopang di tengah keterbatasan.

Malam boleh datang dengan gelap yang mencekam, namun harapan bekerja dengan caranya sendiri. Seperti bintang yang tetap menyala, harapan tidak pernah benar-benar padam. Matahari, pada akhirnya, selalu menemukan jalan untuk terbit kembali.

Namun harapan semata tidak cukup. Tanpa perubahan cara pandang dan kebijakan, keberanian masyarakat hanya akan menjadi kisah ketabahan yang terus diuji oleh tragedi serupa.

Catatan untuk Negara, Media, dan Kita Semua

Bencana Sumatra harus menjadi titik balik, bukan sekadar arsip berita. Negara perlu hadir bukan hanya dalam bantuan darurat, tetapi dalam keberanian melindungi lingkungan secara konsisten. Penegakan hukum lingkungan harus berdiri tegak, tanpa kompromi kepentingan.

Media, termasuk media daerah, memegang peran strategis dalam menjaga ingatan publik agar tragedi ini tidak tenggelam oleh isu sesaat. Dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem itu sendiri, perlu kembali memandang alam sebagai mitra hidup bukan sekadar sumber eksploitasi.

Ketika Alam Bicara, Kita Harus Mendengar

Sumatra tidak sedang meminta belas kasihan. Ia sedang memberi peringatan. Hutan yang runtuh, tanah yang bergerak, dan air yang meluap adalah bahasa alam yang terlalu lama diabaikan.

Pemulihan sejati bukan hanya membangun kembali yang rusak, tetapi mengubah cara kita hidup berdampingan dengan alam. Sebab jika kesalahan yang sama terus diulang, maka bencana bukan lagi kejutan, melainkan janji yang menunggu ditepati. 

Kisah ini menjadi pengingat akan konsekuensi dari setiap tindakan manusia. Hutan yang hilang mengajarkan kita untuk memahami, menjaga, dan menghormati alam. Setiap langkah menuju pemulihan bukan hanya tentang hari ini, melainkan tentang generasi mendatang agar kelak mereka masih bisa merasakan hutan yang menjulang, hidup, dan memberi kehidupan. (Red/Fadil/ Us)

<<Post Views: 1.724
© Copyright 2024 - SUKABUMI VIRAL | MENGHUBUNGKAN ANDA DENGAN INFORMASI MELALUI SUDUT BERITA