Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kecamatan Cicurug, H. Ujang Munajat yang sering di panggil H. Bohel menyampaikan, bahwa fenomena ini akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup para petani dalam upaya mempertahankan ketahanan pangan khususnya di wilayah Kecamatan Cicurug.
"Saya sangat miris dengan melihat kondisi lahan pertanian yang kini sudah mulai habis tergerus oleh pembangunan Industri yang memanfaatkan lahan sawah yang sangat produktif," ujarnya kepada Sukabumiviral.com Minggu (14/12/2025).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkurangnya lahan sawah produktif diantaranya:
1. Adanya alih Fungsi Lahan: Ribuan hektar lahan pertanian produktif, terutama sawah, setiap tahunnya beralih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, dan infrastruktur akibat pertumbuhan populasi dan urbanisasi. Diperkirakan hingga 70-110 ribu hektar lahan pertanian hilang per tahun.
2. Kurangnya Minat Generasi Muda: Sektor pertanian didominasi oleh petani berusia lanjut (mayoritas di atas 55 tahun), sementara minat generasi muda untuk terjun ke sektor ini sangat rendah. Mereka lebih memilih untuk urbanisasi atau mencari pekerjaan di sektor lain. Hal ini menyebabkan mandeknya regenerasi petani.
3. Perubahan Iklim: Ketidakstabilan cuaca dan pola musim tanam akibat perubahan iklim menyebabkan petani sering mengalami gagal panen dan produktivitas pertanian menjadi tidak optimal.
4. Ketergantungan pada Impor dan Metode Tradisional: Rendahnya produktivitas yang disebabkan oleh penggunaan metode pertanian yang masih tradisional dan ketergantungan pada impor pangan juga sangat memperparah kondisi ini.
Lanjutnya, bahwa ketersediaan lahan area pesawahan yang ada kini sudah mulai tergusur oleh dunia Industrialisasi dan perumahan hal ini yang menjadi dilematis, bukannya pemanfaatan lahan yang ada akan tetapi penghancuran lahan yang terjadi."Kedepannya bagaimana kita untuk menciptakan kemandirian pangan suatu wilayah, jika lahannya memang sudah habis, maka dari itu, mari kita selamatkan lahan sawah yang ada," pungkasnya.
Sementara itu, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, bahwa alih fungsi lahan tersebut akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Nusron menilai kondisi ini menjadi alasan pentingnya pengendalian ruang melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar keberlangsungan lahan pangan dapat dijaga.
"Saya meminta pimpinan daerah agar status Lahan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan (LP2B), Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) tertera dalam RTRW," ujarnya.
Lanjutnya, pihaknya bertekad ingin menghentikan alih fungsi lahan sawah ini, Ia akan melihat didalam RTRW-nya, itu harus mencantumkan tentang Lahan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan (LP2B). Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD), LP2B-nya harus muncul.
"Hal ini supaya ke depannya, sawah ini dilindungi," ujar Nusron dalam keterangannya, dikutip dari DetikFinace Minggu (14/12/2025)
Nusron juga mengingatkan amanat Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, telah menetapkan batas minimal LP2B. "Menurut Perpres 12 tahun 2025, LP2B harus minimal 87% dari total LBS , ini semua demi mewujudkan ketahanan pangan nasional," pungkasnya. (Red/Us)
<<Post Views: 2.675

Social Header