SUKABUMIVIRAL.COM | Jakarta - Aktivis Hak Asasi Manusia Wilson Lalengke menyerukan agar negara menegakkan prinsip kesetaraan di depan hukum, termasuk bagi pejabat tinggi negara. Pernyataan ini disampaikan Wilson terkait polemik ketidakhadiran mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam proses persidangan terkait gugatan dugaan pemalsuan ijazah, yang hingga kini masih menjadi perdebatan publik.
Dalam keterangannya, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., menyatakan bahwa sikap mantan seorang kepala negara yang tidak hadir memenuhi panggilan pengadilan dinilai bertentangan dengan prinsip negara hukum dan potensi melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
“Dalam negara hukum, setiap warga negara wajib tunduk pada proses peradilan, termasuk Presiden dan mantan Presiden, Penolakan untuk hadir bukan hanya tindakan pribadi, tetapi memberi kesan pembangkangan terhadap supremasi hukum,”_ ujar alumni PPRA-48 LEMHANAS RI tersebut.
Wilson mengkritisi keberadaan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang menurutnya seolah menjadi tameng bagi Jokowi untuk menghindari panggilan pengadilan. Menurutnya, Paspampres adalah institusi yang dibangun untuk melindungi kepala negara dari ancaman fisik, bukan untuk kepentingan hukum pribadi.
“Paspampres dibayar oleh rakyat dan tidak seharusnya digunakan sebagai perisai untuk menghindari tanggung jawab hukum,”_ tegasnya.
Wilson kemudian meminta Panglima TNI dan Komandan Paspampres untuk mempertimbangkan penarikan personel pengawal dari Presiden Jokowi beserta keluarganya sebagai langkah simbolik dan penegasan integritas institusi negara.
“Jika seorang Presiden menolak tunduk pada hukum, maka ia tidak layak menerima perlindungan dari institusi yang dibangun berdasarkan konstitusi,”_ katanya.
Pernyataannya menegaskan bahwa jabatan presiden bukanlah dasar kekebalan di muka hukum, dan bahwa kewajiban moral serta politik pejabat publik adalah memberikan contoh kepatuhan hukum.
Konteks Polemik Kasus
Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi sendiri telah menjadi isu kontroversial di ruang publik selama beberapa tahun terakhir. Institusi pendidikan terkait sebelumnya menyatakan dokumen akademik Jokowi adalah sah, dan sejumlah proses hukum telah menyatakan tidak ditemukan unsur pidana. Namun, polemik tetap berlangsung karena sebagian pihak menilai proses tersebut belum menunjukkan transparansi penuh.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Istana Kepresidenan, TNI, maupun Paspampres atas desakan penarikan personel tersebut.
Wilson mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan bahwa langkah yang ia desakkan merupakan bentuk kontrol publik, demi menjaga prinsip negara hukum dan masa depan demokrasi Indonesia, bukan serangan pribadi terhadap individu.
“Kita membutuhkan pemimpin yang berani menghadapi hukum, bukan yang bersembunyi di balik pengawal,”_ pungkas Wilson.
Perlu diketahui, Wilson Lalengke merupakan Petisioner Hak Asasi Manusia pada The 80th Petitioners Hearing at the Fourth Committee of the United Nations Komite Keempat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Oktober 2025, serta alumni PPRA-48 Lemhannas RI.
Wilson dikenal sebagai aktivis dan penggerak literasi demokrasi di Asia Tenggara, serta berkiprah dalam isu-isu kemanusiaan global, termasuk advokasi terkait krisis kemanusiaan di kamp pengungsi Sahrawi, Tindouf. Selain itu, ia aktif menyampaikan surat terbuka dan pernyataan publik terkait berbagai isu nasional, termasuk polemik seputar dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo.
Catatan Redaksi
Berita ini memuat pernyataan publik seorang aktivis sebagai bagian dari dinamika demokrasi. Seluruh tuduhan masih dalam ranah polemik dan diperlukan proses hukum serta verifikasi lebih lanjut sesuai prinsip keberimbangan dan asas praduga tak bersalah.( Fadil/ Us)

Social Header